Sejarah Pemilu di Indonesia merupakan bagian integral dari sistem demokrasi yang telah berkembang sejak kemerdekaan negara ini. Pemilu bukan hanya sebagai sarana untuk memilih pemimpin, tetapi juga mencerminkan dinamika sosial, politik, dan ekonomi yang berkembang di Indonesia. Sejarah pemilu di Indonesia telah melalui berbagai fase penting, dimulai dari masa penjajahan, kemerdekaan, hingga era reformasi. Artikel ini akan membahas perjalanan sejarah pemilu di Indonesia, mulai dari masa kolonial hingga pemilu terkini.
1. Pemilu pada Masa Kolonial (Sebelum 1945)
Sebelum Indonesia merdeka, sistem sejarah pemilu yang ada di Indonesia sangat terbatas dan jauh dari prinsip demokrasi yang kita kenal sekarang. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, sistem politik di Indonesia lebih bersifat diskriminatif, hanya memberikan hak pilih kepada kalangan tertentu saja, seperti orang Belanda, Eropa, dan sebagian pribumi yang “terpelajar”.
Pada tahun 1916, Belanda mulai memperkenalkan sistem pemilu yang sangat terbatas, yaitu pemilu untuk memilih anggota Volksraad (Dewan Rakyat) di Hindia Belanda. Meskipun demikian, hak pilih hanya kepada sebagian kecil penduduk, yang pada status sosial, pendidikan, dan ras. Pemilu ini bertujuan untuk memberi kesan kepada dunia luar bahwa rakyat Indonesia terlibat dalam pemerintahan, padahal kekuasaan tetap berada di tangan pemerintah kolonial.
2. Pemilu Pasca-Kemerdekaan (1945-1955)
Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, salah satu prioritas utama adalah membangun sistem pemerintahan yang demokratis. Pemilu pertama setelah kemerdekaan pada tahun 1955, yang sekaligus menjadi pemilu pertama yang bebas dan demokratis di Indonesia. Pada saat Pemilu 1955 untuk memilih anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan konstituante yang akan merumuskan UUD baru.
Pemilu 1955 menggunakan sistem proporsional dengan partai politik yang berkompetisi berdasarkan suara terbanyak. Hasil pemilu ini menunjukkan keragaman partai politik yang ada pada waktu itu, dengan PNI (Partai Nasional Indonesia), Masyumi, dan NU (Nahdlatul Ulama) menjadi partai yang dominan. Pemilu ini sebagai salah satu pemilu yang paling demokratis dalam sejarah Indonesia, meskipun hasilnya tidak mampu menghasilkan kesepakatan dalam pembentukan konstitusi yang baru.
3. Era Orde Lama (1959-1966)
Pada 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Konstituante dan kembali kepada UUD 1945. Dengan demikian, pemilu yang rencanakan untuk memilih anggota konstituante batal. Pada masa ini, sistem politik Indonesia lebih terpusat pada kekuasaan Presiden Soekarno.
Pemilu dalam era Orde Lama hampir tidak ada, kecuali pada tahun 1962, ketika adakan pemilu untuk memilih anggota DPR. Namun, pemilu pada masa Orde Lama cenderung tidak sepenuhnya bebas dan adil, karena banyak partai yang batasi ruang geraknya dan pemerintah lebih mengutamakan partai yang pro-pemerintah.
4. Pemilu Orde Baru (1971-1998)
Setelah peristiwa G30S/PKI pada 1965, Soeharto naik ke tampuk kekuasaan dan memulai era Orde Baru. Pada masa ini, Soeharto mengkonsolidasikan kekuasaan dengan membatasi kebebasan politik dan membentuk sistem politik yang sangat terpusat. Pemilu pertama pada era Orde Baru mulai pada tahun 1971, yang dengan serangkaian pemilu setiap lima tahun sekali.
Pada masa Orde Baru, pemilu lakukan dengan sistem yang sangat kendalikan oleh pemerintah. Hanya ada dua partai besar yang ikut dalam pemilu, yakni Golkar (Gabungan Golongan Karya) yang merupakan mesin politik pemerintah dan partai-partai yang lebih terbatas. Sistem pemilu pada waktu itu lebih bersifat legislatif dan cenderung tidak demokratis, karena ada banyak pembatasan bagi partai-partai oposisi.
Pemilu Orde Baru berlangsung hingga 1997, namun sering kali praktik kecurangan, manipulasi suara, dan ketidakadilan yang mengarah pada kekuasaan yang absolut bagi Presiden Soeharto. Pemilu ini lebih banyak mempertahankan kekuasaan Orde Baru daripada untuk menciptakan pemerintahan yang demokratis.
5. Era Reformasi (1999-sekarang)
Pada tahun 1998, Indonesia mengalami perubahan besar setelah terjadinya krisis moneter dan protes besar-besaran terhadap pemerintahan Soeharto. Soeharto akhirnya mengundurkan diri, dan Indonesia memasuki era reformasi yang menandai dengan perubahan besar dalam sistem politik dan pemerintahan. Salah satu perubahan besar adalah pelaksanaan pemilu yang lebih bebas dan demokratis.
Pemilu pertama setelah reformasi dilaksanakan pada tahun 1999, yang merupakan pemilu multipartai yang bebas dan adil. Pemilu ini diikuti oleh banyak partai politik yang sebelumnya terhambat selama era Orde Baru. Pada saat itu Pemilu 1999 diadakan untuk memilih anggota DPR dan memilih Presiden secara tidak langsung melalui MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat).
Pada tahun 2004, Indonesia mengubah sistem pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, yang menandai langkah besar menuju demokrasi langsung. Dalam hal ini Pemilu 2004 juga memperkenalkan sistem proporsional terbuka untuk memilih anggota DPR, yang memberikan kebebasan lebih kepada pemilih dalam memilih calon legislatif.
Pemilu 2014 dan 2019 kembali diadakan dengan sistem yang sama. Dengan beberapa perbaikan pada sistem teknologi informasi dan pemantauan pemilu untuk mengurangi kecurangan. Pemilu kini melibatkan berbagai partai politik, dengan pemilih yang lebih banyak dan lebih beragam. Indonesia juga mengadopsi sistem pemilu serentak, yaitu pemilihan anggota legislatif dan presiden pada waktu yang sama.
6. Pemilu di Era Digital
Seiring dengan perkembangan teknologi, pemilu di Indonesia kini mulai mengadopsi teknologi digital dalam berbagai proses, mulai dari registrasi pemilih hingga penghitungan suara. Sistem informasi elektronik dan pemantauan berbasis teknologi membantu memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahap pemilu. Meski begitu, tantangan terkait keamanan siber dan potensi penyalahgunaan teknologi juga menjadi isu penting dalam penyelenggaraan pemilu di era digital.